Review Novel Masyitoh



Daya Tahan Iman Masyitoh


Judul               : Masyitoh
Penulis             : Ajip Rosidi
Penerbit           : Pustaka Jaya
Tebal               : 144 halaman
Cetakan           : Keempat, 2008
ISBN               : 978-979-419-340-2
            Jika ada perempuan yang berpendirian sekeras baja, tentu, dialah Masyitoh orangnya. Cerita Masyitoh ini diangkat dari hadis dan terbagi dalam tiga bagian. Hal itulah yang melandasi mengapa naskah cerita ini disebut drama tiga babak.

Bagian Pertama
Pada bagian pertama mengisahkan tentang keadaan keluarga masyitoh yang serba kekurangan di bawah kepemimpinan Firaun. Masyitoh dengan dua anaknya yang kurus dan si bungsu yang sakit karena ikut merasakan kegelisahan luar biasa yang dialami ibunya. Kegelisahan itu karena kecerobohan Masyitoh sisirnya jatuh ketika menyisir rambut Putri Taia, putri kesayangan Firaun. Dengan tak sengaja Masyitoh bilang,
“Demi Allah, celakalah Firaun.” katanya.
Selain menceritakan sabab-musabab kegelisahan Masyitoh. Pada bagian ini, seperti naskah cerita lama berupa orientasi atau pengenalan tokoh dan latar cerita. Ada banyak tokoh yang dikenalkan pada bagain ini, diantaranya adalah Bapak Simeon (pendeta Bani Israel), Nadab (pemuda Israel), Amram (pemuda Israel), Obed (Suami Masyitoh), Itamar dan Siteri (dua anak Masyitoh). Sedangkan latar ceritanya adalah pada masa kejayaan Firaun dan keadaan rakyat tertindas karena ditugaskan membangun piramid paling besar dalam sejarah kerajaan Mesir Kuno.

Bagian Kedua
            Bagian ini menceritakan tentang proses pengadilan Masyitoh dan keluarganya di hadapan Firaun dan antek-anteknya. Ada kengerian tersendiri ketika membaca proses penghukuman Masyitoh dan keluarganya. Meski proses hukuman paling berat (yaitu pencelupan Masyitoh dan keluarganya ke dalam timah mendidih) tidak ceritakan secara jelas dalam bagian ini, namun pada proses pencambukan Itamar putra sulung terasa mengharukan dan menyedihkan.
            Selain cerita pengadilan pada bagian ini, adanya dialog antara dua prajurit kerajaan sebelum Masyitoh dan keluarganya tiba di pengadilan, mengandung banyak hikmah dan pelajaran. Tentang semangat pribumi yang tak mau dijajah oleh pendatang (pendatang dalam buku ini digambarkan sebagai kaum Israel).
            Kandungan lain pada bagian ini adalah tentang betapa kukuhnya pendirian seorang beriman seperti Masyitoh. Dan keteguhan itu sendiri menjadi pengundang Tangan Allah untuk membuktikan Kekuasaan-Nya yaitu dengan dapat berbicaranya si bayi kecil yang masih dalam gendongan Masyitoh, yaitu Siteri yang dapat berbicara atas Kehendak dan Kuasa Allah. Bayi itu memberi keteguhan pada ibunya yang pada saat melihat Itamar disiksa hampir saja tergoyahkan imannya dan hampir beralih keyakinan untuk mengimani Firaun sebagai sesembahan. Itamar kecil yang dapat berbicara akhirnya membuat teguh hati ayah-ibunya dan membuat tercengang Firaun dan antek-anteknya.

Bagian Ketiga
            Bagian ini tak lagi menceritakan tentang Masyitoh, melainkan menceritakan keadaan kaum Israel yang digoncang ketakutan dan kekhawatiran akan ditimpakannya hukuman pada saudara sebangsa mereka; Masyitoh dan keluarganya. Namun, kabar ditenggelamkannya keluarga kecil itu ke dalam timah mendidih rupanya belum tiba di perkampungan Israel dan rumah Bapak Simeon. Dari kabar dibawanya Masyitoh ke kerajaan membuat kaum Israel bersatu. Muncul semangat kebangsaan untuk melakukan pada Firaun yang melakukan politik apartheid pada bangsa Israel.
***
Selebihnya, cerita tiga babak ini masih mengalami beberapa salah cetak. Cerita yang disajikan dengan teknik lama dan penuturan lama sedikit mengurangi kenyamanan membaca. Namun, esensi cerita dan pelarajan-pelajaran dalam cerita ini patut digenggam erat sebagai pemersatu bangsa dan semangat pribumi untuk melawan penjajah. Jika Indonesia memiliki Kartini sebagai ikon emansipasi, saya rasa, Masyitoh-lah Kartini dari Mesir. []
***
Tuban, 17 Agustus 2015

Comments