Review Buku Ramayana



Harga Sebuah Sumpah


Oleh: Umar Affiq



Judul               : Ramayana
Penulis             : Wawan Susetya
Penerbit           : Narasi
Tebal               : 228 halaman
Cetakan           : Pertama, 2008
ISBN               : 979-168-101-5

            

        
       Ramayana merupakan salah satu epos besar dari India yang dikarang oleh Resi Walmiki. kebanyakan orang mengenal Ramayana sebagai sebuah kisah yang menceritakan kisah cinta antara Rama dan Sinta yang dijahili oleh pihak ketiga: Rahwana. Anggapan ini yang menjadikan karya adi luhung ini justru terpelosok dalam kedudukan setara kisah Laila Majnun dan Romeo dan Juliet. Cukup disayangkan!

            Namun itu hanyalah pandangan dari permukaan saja. jika kita mau lebih mendalam mengikuti kisah Ramayana, tentu bukan hanya kisah cinta saja yang terekam. Banyak sekali pelajaran luhur dalam karya ini. Salah satunya adalah kebaktian dan kesetiaan adik Prabu Rama Wijaya, Laksmana.

            Dikisahkan, di tengah hutan Dhandaka, muncul seekor kijang kencana yang sangat menarik perhatian Dewi Shinta sehingga ia meminta kepada Prabu Rama untuk menangkap kijang kencana itu, yang tak lain adalah jelmaan Kala Marica, utusan Dasamuka. Melalui kijang kencana itu, Dasamuka berencana memisahkan antara Rama dan Shinta supaya ia dapat dengan mudah menculik Shinta untuk dijadikan pendamping hidupnya.

           Sebagai suami yang penyayang, tentu Rama tidak mengabaikan permintaan istrinya.  Ia segera mengejar kijang kencana itu ke hutan, menjauhi gubuk tempat tinggal mereka. Sebelum Rama pergi, ia sempat berpesan kepada adiknya, Laksmana, agar apapun yang terjadi jangan pernah meninggalkan Kakang Mboknya yaitu Dewi Shinta.

         Namun, skenario Dasamuka memang luar biasa cerdik. Setelah Rama jauh, akhirnya kidang kencana itu tertembus panah Rama. Kijang kencana itu meronta seperti teriakan orang yang menggaung ke seantero hutan, bahkan sampai di telinga Shinta. Dan hal itu justru membuat Shinta khawatir akan keadaan suaminya. Maka ia menyuruh Laksmana agar menyusul Kakandanya. Laksmana menolak. Ia kukuh pada perintah Kakandanya agar tetap menjaga Shinta, apapun yang terjadi. Keteguhan Laksmana justru menimbulkan rasa curiga pada diri Shinta.

            “Berarti dugaan saya selama ini tidak meleset! Dhimas Laksmana yang enggan menjemput dan mencari Kanda Rama, ternyata ada udang di balik batu! jangan-jangan Yayi Laksmana sudah menaruh hati kepada istri kakanya sendiri! buktinya, Dhimas Laksmana malah membiarkan Kanda Rama dalam keadaan bahaya seperti sekarang ini!” (hal. 52)

Laksmana kaget mendengar prasangka buruk Shinta. Dan Shinta selalu memojokkan posisi Laksmana. Maka demi membuktikan bahwa prasangka Shinta tidaklah benar, maka saat itu juga Laksmana mengucapkan sumpah untuk menjadi wadat (bramacahri). Sumpah itu tidak sekedar ucapan saja, tetapi juga dibuktikan dengan memotong kemaluan sendiri!
***
Dari petikan kisah ini, kita dapat menarik sebuah pelajaran yang berharga, pelajaran tentang betapa bahayanya sebuah prasangka buruk dan harga yang harus dibalas atas sebuah nafsu yang bersifat sementara, serta nilai kesetiaan ucapan dan tindakan yang dicerminkan oleh Laksmana.

Buku ini, dalam segi kandungan, tak mengurangi esensi nilai yang ditawarkan naskah asli Wiracarita Ramayana. Hanya saja dalam penuturannya yang berbeda. Buku ini dituturkan dengan gaya drama wayang orang, dengan logat bahasa khas Jawa. Meski demikian, cerita di dalam buku ini tidak serta merta serupa seri pewayangan Jawa yang memunculkan tokoh punakawan sebagai agen control. Satu hal yang menurut saya cukup mengganggu adalah gambar cover buku ini yang jauh kaitannya dengan Epos Ramayana!
***
Tuban, April 2015

Comments