Pesona Sang Dewi
Oleh: Umar Affiq
Judul : Sang
Dewi
Penulis : Moammar
Emka
Penerbit : Gagas
Media
Tebal : 130
halaman
Cetakan : Cetakan
pertama, 2007
ISBN :
979-780-168-3
Banyak yang tak
menyangka jika jodoh kadang telah datang dan sering bersama saat seeorang masih
kecil. Begitulah yang terjadi pada Beno dan Laras. Mereka berdua telah kenal
sejak kecil, meski tak begitu akrab. Nasib yang akhirnya memisahkan mereka
berdua dalam waktu yang sementara. Laras tumbuh menjadi perempuan jelita yang
terjerembab dalam dunia jual-beli cinta. Ia menjadi pelacur. Sebuah profesi
yang tentu tak diinginkan oleh siapa pun, termasuk Laras sendiri dan juga Beno.
Beno yang terlahir
menyandang cacat tak bisa berbicara (tunawicara), tumbuh menjadi pria gagah
yang mengabdikan dirinya sebagai pesuruh di sasana pertandingan tinju. Dari
sanalah kehidupannya mulai menyala, ia mengenal Aliang dan mulai mencintai
dunia tinju. Bagi Beno, Aliang tak lain sudah ia anggap sebagai kakak sendiri:
dalam kedekatan dan pengetahuan tinju.
Kehidupan mereka
pun berjalan bagai bel pertandingan yang silih berganti. Beno kembali bertemu
dengan Laras, kali bukan sebagai pelacur, namun mantan pelacur yang bekerja di
salon. Kisah cinta yang bisu yang terjebak dalam cinta segitiga ketika Jessi kekasih
Aliang mengaku bahwa dirinya juga mencintai Beno yang polos. Hal itu tentu saja
membuat Aliang tercekat saat ia akan bertanding untuk terakhir kalinya demi
melunasi tumpukan hutang pada Joice.
Bermacam cobaan
datang di tengah-tengah cinta bisu Beno, mulai dari kematian Aliang dalam
pertandingan terakhir, perginya Laras dan kabar tentang Om Boy, lelaki yang
pernah menjadi pelanggan Laras yang mengajak Laras menikah untuk dijadikan
istri kedua.
“Gue sudah
menentukan pilihan. Sejak lama gue nggak percaya cinta. Dan sampai sekarang gue
susah menemukannya. Gue mau nikah dengan Om Boy. Bukan dengan cinta. Cinta
nggak pernah bersahabat dengan gue.” (halaman 114)
Moammar Emka, novelis yang pernah melambungkan namanya melalui
Jakarta Undercover itu, melalui novel pendek ini ia ingin menceritakan
sisi lain kehidupan remang-remang dunia pelacur dan pertandingan tinju. Ia
ingin mengatakan bahwa dalam dunia yang keras seperti itu, cinta sejati yang
dikultuskan sebagai sesuatu yang suci ternyata masih dapat tumbuh dan
kesetiakawanan justru dapat hidup dengan amat sehat.
Novel ini memiliki
cerita yang jarang diangkat banyak penulis lain. Gaya penuturan yang lugas
membuat novel ini seolah bercerita apa adanya, tanpa dibuat-buat atau
digelap-gelapkan untuk cerita dunia remang-remang. Meski menceritakan dunia
remang, bukan berarti novel ini mengabaikan pesan terhadap pembaca. Ada banyak
pelajaran yang dapat di petik melalui novel kecil ini. Dan itu harus anda
dapatkan sendiri sebagai seorang pembaca yang baik.
***
Tuban, April 2015
Comments
Post a Comment