Kejahatan Wanita Dalam Mimpi
Oleh: Umar Affiq
Judul : Wanita
Dalam Mimpi
Penulis : William
Wilkie Collins dan H.H. Munro
Tebal : 100
halaman
Penerbit : Delphi
Cetakan : Pertama,
2007
ISBN : 979-7564-98-3
Ketika pertama kali saya membaca buku ini, ada ketercekatan pada
diri saya. Bukan karena cover perempuan dengan wajah yang horror, bukan. namun
lebih tepatnya pada bentuk penyajian novel kecil (barangkali lebih tepatnya
cerpen panjang) ini. Hal yang membuat saya tercekat adalah buruknya penyajian buku
ini. semula, saya kira buku ini akan menceritakan karya W.W. Collins saja,
rupanya tidak. Ada dua cerita dalam buku ini, yaitu Musik dari Bukit karya
H.H.Munro dan Wanita dalam Mimpi karya W.W. Collins.
Kesalahan ini, barangkali sengaja dilakukan demi untuk memberikan
kejutan kecil pada buku ini. Namun, bagi saya, hal itu justru mengecewakan.
Mengapa? Karena, rasanya, jika tanpa kehadiran karya H.H.Munro, buku ini tentu
akan teramat tipis dan mungkin tak jadi terbit.
Keluar dari zona penyajian, kisah yang diceritakan dalam buku ini
cukup menarik. Kisah Musik dari Bukit, misalnya. Cerita ini mengisahkan tentang
seorang Sylvia Seltoun yang suka sekali berkelahi. Karena kebiasaannya itu,
terbentuklah jiwa yang keras dan kaku, meski sebagai ibu rumah tangga. Hal itu
berdampak pada kerasnya pendiriannya yang mengajak suaminya untuk meninggalkan
Kota Town setelah beradu bantah dengan mertua perempuan Sylvia—demi tinggal ke
tempat yang lebih sunyi di Yessney, daerah terpencil yang meski menurut banyak
orang sangat menyedihkan.
Cerita cukup pendek, hanya dua puluh tujuh halaman. Kelebihan dari
cerita H.H. Munro ini, detail cerita yang digambarkan cukup bagus. Barangkali
hal ini memang disengaja untuk menumbuhkan ketegangan pada pembaca. Ya, cerita
ini dari sejak mengisahkan perpindahan Sylvia dengan Mortimer, suaminya, ke
Bukit Yessney digambarkan dengan cukup menegangkan. Keadaan Yessney yang jauh
dari perawatan yang baik, hutan yang gelap dan petani yang tak ramah.
Namun, meski cerita ini sederhana, tentang keinginan perempuan yang
ingin mandiri dalam menjalani rumah tangganya, selain ketegangan, cerita ini
memiliki ending yang menjungkal. Dikisahkan bahwa Sylvia dalam beberapa hari
terakhir mendapati keganjilan-keganjilan selama tinggal di Yessney. Mulai dari
munculnya anak kecil yang tampan namun berwajah pucat dan berkelebatnya
baying-bayang di hutan dekat tempat tinggal mereka. Oleh sebab ketakutan yang
timbul itu, Sylvia ingin mengajak suaminya kembali ke Kota Town. Tapi ia justru
teringat pada kata-kata mertuanya, jika mereka meninggalkan Town, maka mereka
tak boleh lagi kesana.
Berbagai upaya dilakukan oleh mereka berdua demi keluar dari
Yessney. Namun usaha itu justru membaca celaka. Sylvia terpisah dengan Mortimer
dan ia tersesat di hutan yang suram.
Cerita yang ingin ditampilkan sebenarnya bagus. Namun sekali lagi,
meskipun hal ini terasa remeh-temeh, tindakan yang dilakukan oleh penerbit buku
ini dengan tidak menampilkan nama penulis lain yang mana buku ini hanya terdiri
dari dua cerita dari dua penulis yang berbeda, tetaplah sebuah kecerobohan yang
fatal. Sebab, adalah sebuah penghargaan tersendiri bagi seorang penulis apabila
namanya terpampang dalam cover buku!
***
Tuban, April 2015
Comments
Post a Comment