Cerita dari Pondok Jin
Menurut orang desa tempatku tinggal sekarang, aku seorang yang
terlampau kendel, berani yang kumaksud. Aku tahu mengapa mereka
beranggapan demikian. Semua itu lantaran aku tinggal sendirian di sudut desa.
Tepatnya di sebelah masjid tua dengan bangunan yang nampak lanjut usia. Masjid
yang selalu sepi kala siang hari dan pada hari-hari biasa hanya ramai ketika
jamaah Magrib dan Isyak. Setelah jamaah Isyak selesai, orang-orang desa
buru-buru pulang ke rumah masing-masing. Dan aku kembali dikerubungi kesunyian
seperti masjid dekat rumahku. Pernah orang desa mengajakku pindah karena merasa
kasihan padaku. Tapi seperti perkiraanmu, aku berterimakasih dan minta maaf
tidak bisa menerima ajakan baik mereka.
Aku rasa orang-orang desa terlalu tergesa menilaiku sebagai orang
paling berani. Sebab aku sebenarnya tidak sendiri disini. Bahkan di tempat yang
menurut kebanyakan orang desa ini amat sunyi, aku dapati keramaian yang lebih
riuh dari pasar malam. Aku sering mendengar suara orang tadarus dengan suara
keras dari rimbun bambu sebelah utara masjid. Terkadang suara orang-orang yang
menurutku itu adalah santri Kyai Asy’ari, sedang menghafalkan nadhom shorof
dan kosa kata Bahasa Arab. Maaf, aku tak akan bercerita tentang suara-suara
aneh ataupun penampakan makhluk gaib yang menurutku hal biasa. Ya, karena aku
memang sudah terbiasa berinteraksi dengan mereka sebiasa aku berinteraksi
dengan manusia.
Aku akan bercerita tentang alasan. Seberapa pentingkah alasan itu
hingga aku mmenceritakannya? Sudahlah. Dengarkan saja. lanjutkan baca
Comments
Post a Comment